Pada suatu hari, secara bergantian,
Hasan al-Basri didatangi tiga orang yang ingin berkonsultasi dan
meminta solusi. Orang pertama mengadukan masalah ladangnya kering,
puso, dan gagal panen akibat sudah lama tidak turun hujan. Sehingga
dia merasa cemas akan masa depan anak-anaknya yang semakin hari
semakin membutuhkan banyak biaya. Orang kedua curhat soal
pernikahannya yang belum kunjung dikaruniai keturunan padahal sudah
bertahun-tahun menikah, sudah berusaha mendatangi dokter dan mencari
aneka pengobatan yang memungkinkan mendapat “buah hati”.
Sedangkan orang ketiga mengadukan nasibnya yang tak kunjung berubah
sebagai fakir miskin. Ia sudah bosan menjadi orang miskin, dan ingin
menjadi orang kaya dan hidup sejahtera.
Kepada ketiga orang itu, Hasan al-Basri pun member nasehat sama. Nasihat beliau, “Perbanyaklah istighfar di rumahmu, di jalan, di pasar, di tempat kerja, di manapun dan kapanpun, karena engkau tidak tahu kapan ampunan Allah itu turun”! Beliau lalu membacakan firman Allah SwT: “Maka Aku katakan kepada mereka, mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia itu Maha Pengampun. (Dengan beristighfar) niscaya Dia akan menurunkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?” (Nuh [29]: 10-13).
Kepada ketiga orang itu, Hasan al-Basri pun member nasehat sama. Nasihat beliau, “Perbanyaklah istighfar di rumahmu, di jalan, di pasar, di tempat kerja, di manapun dan kapanpun, karena engkau tidak tahu kapan ampunan Allah itu turun”! Beliau lalu membacakan firman Allah SwT: “Maka Aku katakan kepada mereka, mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia itu Maha Pengampun. (Dengan beristighfar) niscaya Dia akan menurunkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?” (Nuh [29]: 10-13).
Mereka lalu melakukan refleksi dan
berintrospeksi diri. Masing-masing mengakui dan berkata dalam hati:
“Selama ini aku termasuk kurang beristighfar kepada Allah,
sekaligus kurang percaya kepada kebesaran-Nya”. Mereka sepakat
untuk menjadikan istighfar sebagai jalan keluar pertama dan
paling utama dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi.
Setelah mengamalkan nasihat Hasan al-Basri tersebut, tidak lama
kemudian, Allah SwT pun menurunkan hujan, memberikan keturunan, dan
menganugerahi kekayaan kepada tiga orang tersebut, sehingga ketiga
orang tersebut mendapat jalan keluar dan memperoleh apa yang selama
ini mereka dambakan.
Sekelumit kisah tersebut menarik
untuk dijadikan pelajaran, terutama bagi kita yang hampir selalu
dihadapkan pada berbagai persoalan sulit dan rumit. Mengapa istighfar
layak menjadi jalan keluar? Setidaknya ada lima keutamaan istighfar
sebagai berikut:
Pertama, orang yang beristighfar itu
adalah orang yang selalu berkesadaran dan berketetapan hati untuk mau
mengingat dan mendekat kepada Allah SwT. Istighfar merupakan
pintu masuk kasih saying Allah. Orang yang mengingat-Nya pasti tidak
akan dilupakan oleh-Nya, permohonannya pasti akan dipenuhi. Mengingat
Allah dan bersyukur kepada-Nya merupakan kunci disayangi oleh-Nya.
Kedua, membiasakan istighfar
digaransi oleh Nabi Muhammad saw untuk selalu dimudahkan segala
urusan. Sabda Nabi, “Siapa yang membiasakan istighfar, maka Allah
selalu memberikan jalan keluar bagi setiap kesempitan hidupnya,
memberikan kemudahan bagi setiap kesulitannya, dan memberikan rizki
dari jalan yang tidak disangka-sangka.” (HR. Abu Daud). Ampunan
dari Allah SwT merupakan awal dari terbukanya pintu-pintu langit yang
disusul dengan aneka karunia-Nya yang tak terhingga.
Ketiga, istighfar dapat menjauhkan
kita dari murka dan azab Allah. Bahkan Allah sangat murka kepada
orang yang tidak mau beristighfar. (Al-Anfal[8]: 33). Ampunan Allah
SwT menandai hilangnya murka-Nya kepada hamba-Nya; jika hamba tidak
dimurkai, berarti sangat disayangi. Kalau hamba disayangi, pasti
apapun yang diminta akan diberi.
Keempat, istighfar merupakan amalan
jitu untuk menjauhkan diri dari godaan setan. Menurut ibn al-Jauzi,
setan atau iblis itu membinasakan anak Adam dengan (merayunya)
berbuat dosa, akan tetapi mereka itu membinasakanku dengan
beristighfar dan mengucapkan la ilaha illa Allah. Jika setiap
muslim mau beristighfar dengan sepenuh hati, niscaya setan menjauh
darinya, dan hati menjadi semakin bersih.
Kelima, istighfar itu amalan utama
yang tidak pernah ditinggalkan oleh para Nabi dan Rasul. Bahkan Nabi
saw, yang ma’shum (terpelihara dari berbuat dosa) dan telah
digaransi oleh Allah masuk surge, tetap selalu beristighfar lebih
dari seratus kali dalam sehari semalam. Nabi Adam as, misalnya pernah
beristighfar berikut: “ Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri
sendiri, jika Engkau tidak mengampuni dan menyayangi kami, niscaya
kami tergolong orang-orang yang merugi.” (Al-A’raf[7]: 23).
Jadi, istighfar itu merupakan
senajata spiritual yang ampuh bagi setiap Muslim yang percaya kepada
kebesaran, keagungan, kemuliaan, dan kemurahan Allah SwT. Jadi,
mulailah pencarian solusi persoalan hiudup kita yang semakin hari
semakin sulit dan rumit ini dengan banyak beristighfar, niscaya Allah
akan member jalan keluar yang terbaik bagi kita. Allah pasti tidak
akan pernah meninggalkan kita, selama kita mau membersihkan diri
dengan beristighfar. Istighfar ternyata bukan sekedar memohon ampun,
tetapi merupakan jalan keluar.
Sumber: Suara Muhammadiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar